Faktanya, banyak gerakan anti feminis yang muncul dari kaum hawa, dan mereka menyuarakan dengan amat sangat keras ketidaksetujuannya terhadap feminisme. Taruhlah misalnya Erin Pizzey dalam dokumentasi wawancara pada tayangan video youtube yang diberi judul: Feminism is a Terrorist in Organization(Terjemahan: Feminisme adalah teroris dalam organisasi). Koq bisa ya?
Erin Pizzey menyatakan bahwa feminisme yang diawali dengan pergerakan wanita, berubah menjadi sangat anarksi. Sedangkan, awal dari pergerakan feminis adalah pergerakan marxis, yakni para wanita yang berkolaborasi dengan politisi pria sayap kiri di Inggris, dan kemudian kelompok wanita ini menyatakan diri ‘cukup’ untuk bekerja bersama dengan para pria dan mereka kemudian membuat kelompok sendiri. Mereka muncul dari para akademia dan bukan bermunculan dari para wanita pekerja, mereka memiliki profesi sebagai dosen, juga mahasiswi, inilah yang menjadi formasi awal gerakan wanita.
Eriz Pizzey Sumber: https://i2.wp.com/www.avoiceformen.com/wp-content/uploads/sites/2/2014/07/erin-color-750.png?fit=750%2C420&ssl=1 |
Menurut Erin, salah satu contoh anarkisme feminis, yang mana para wartawati internasional menjadi feminis radikal, memiliki akses pada suatu kolom perihal wanita, mereka menebar kebencian, salah satunya dengan menulis artikel yang berjudul “Apakah semua pria adalah pemerkosa?” Mereka adalah kelompok marxis yang terdiri dari para wanita yang sangat terorganisasi, bahkan jika ada jurnalis pria yang membuat pernyataan yang menyudutkan mereka atau tidak disukai mereka, mereka akan melakukan sensor berita, bahkan orang-orang yang berseberangan dengan feminis akan mendapat segudang masalah.
Erin menambahkan sehubungan kasus ‘miss world’, bagaimana bisa mereka menyuarakan ‘kebebasan untuk para wanita’ dan ‘wanita mendukung wanita’ tetapi, jika mereka mengalamati wanita yang tidak sepemahaman dengan mereka, maka wanita tersebut akan menjadi sasaran pelecehan.
Hal ini dialami oleh Erin yang mendapatkan protes dari para feminis sewaktu menyuarakan pendapatnya perihal feminis. Lebih lanjut, Erin mempublikasikan buku bersama Jeff Shapiro dengan judul ‘Prone to Violence’ dan Erin mendapatkan ancaman bom dan ancaman pembunuhan, sehingga ia harus didampingi polisi selama ia menetap di Inggris. Setiap paket yang diterimanya akan dibawa terlebih dahulu ke polisi karena alasan keamanan, hal ini pula yang mengharuskannya meninggalkan Inggris dalam jangka waktu lebih kurang 15 tahun lamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.