Brian Patrick
Mitchell, adalah mantan tentara dan jurnalis, penulis beberapa buku nonfiksi
dan artikel ilmiah tentang politik dan agama. Dalam bukunya yang berjudul
‘Wanita di Militer: Bermain-main dengan Bencana’ (Bahasa Inggris: Women
in the Military: Flirting With Disaster) mengungkapkan bukti nyata bahwa para
tentara wanita memberikan pengaruh yang luar biasa negatif bagi pertahanan
militer di Amerika Serikat.
Dalam bukunya
ia menyatakan bahwa tekanan feminis, yang ditenggarai politik memfeminisasi
angkatan militernya, yakni dengan memberikan peran-peran pada para wanita
terhadap institusi militer yang berdampak negatif. Realitas menyatakan bahwa terdapat perbedaan
yang sangat besar antara kinerja pria dan wanita, yang terjadi adalah degradasi terhadap kekuatan militer
yang semakin rapuh.
Mitchell
menyajikan bukti yang kuat tentang perbedaan besar antara pria dan wanita di
militer yang seharusnya mampu membuka mata para petinggi untuk berpikir ulang
terhadap kebijakan yang dibuat secara sepihak hanya untuk mengikuti agenda
feminis, sayangnya bukti-bukti yang menjurus pada betapa tidak pantasnya
perempuan dalam militer, dan terutama dalam pertempur kerap diabaikan.
Misalnya, ia
merujuk pada studi Angkatan Darat, West Point yang mengungkapkan bahwa wanita
lebih lemah dibanding laki-laki, didapati bahwa studi Angkatan Darat yang
menunjukkan wanita lebih rentan mengalami cedera dibandingkan laki-laki, studi
di Angkatan Laut pun mengungkapkan bahwa
perempuan, baik sebelum dan sesudah pelatihan, didapati tidak mampu
menangani kontrol kerusakan di atas
kapal dan review terhadap kebijakan WITA (Women in the Army),
ditemukan fakta bahwa lebih dari 90 persen wanita Angkatan Darat tidak mampu
memenuhi persyaratan dan lebih dari 75 persen dikarenakan ketidakmampuan fisik.
Sebuah penelitian Angkatan
Laut menemukan fakta bahwa jumlah taruna
perempuan yang menderita sakit
didapati hampir dua kali lipat dibandingkan taruna laki-laki. Juga sekitar 20
persen dari awak kapal perempuan hamil selama masa studi dalam jangka
waktu satu tahun, hal ini terlepas dari
fakta bahwa kontrol kelahiran sebenarnya menjadi pelayanan kesehatan di
angkatan laut.
Mitchell mengatakan bahwa
jika perempuan ingin berperan dalam militer maka karir yang dapat dilakoniknya
yakni bertugas sebagai dokter militer dan perawat (hal ini dikarenakan
kurangnya peran ini, baik dokter atau perawat pria dan wanita), selebihnya
tidak ada alasan kuat untuk tetap mempertahankan perempuan di militer.
Menurutnya, terus memaksakan diri menjaga keseimbangan antara kinerja militer
yang baik dengan ‘kesempatan bagi perempuan’ akan berdampak dikorbankannya
keamanan nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.