Para pria muda di Korea Selatan berjuang melawan feminisme - FERI SULIANTA

FERI SULIANTA

Feri Sulianta's News Relay Berita terkini seputar edukasi hiburan gaya hidup teknologi kesehatan hobi sosial manzone

test banner

Breaking

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Sunday, November 3, 2019

Para pria muda di Korea Selatan berjuang melawan feminisme

Di sudut jalan yang sama di Seoul di mana 10.000 wanita Korea Selatan melakukan aksi unjuk rasa Oktober lalu untuk menuntut diakhirinya kamera pengintai (spy cam) dan kekerasan seksual, kelompok aktivis lain yang baru terbentuk dengan pemimpinnya berbicara kepada sekelompok kecil pemuda dengan pebuh amarah. "Kami adalah kelompok untuk keadilan hukum, anti-kebencian, dan mendukung kesetaraan gender sejati," Moon Sung-ho meraih mikrofon ke kerumunan puluhan pria yang mengacung-acungkan pamflet yang bertulis slogan-slogan protes terhadap feminis.

Protes ini adalah dampak kelanjutan dari tanggapan sehubungan isu-isu feminis muncul di Korea Selatan yang sangat patriarkal. Ada ketidakpuasan yang tumbuh di antara para pemuda di Korea bahwa pria-pria muda Korea justru mengalami ketertinggalan. Moon, yang memimpin Dang Dang We, kelompok yang "memperjuangkan keadilan bagi laki-laki," adalah salah satunya.

Dia memulai komunitasnya tahun lalu setelah seorang pemilik bisnis (pria) berusia 39 tahun dijatuhi hukuman enam bulan penjara karena dituding memegang bokong seorang wanita di sebuah restoran di Korea. Kasus ini memicu ketidaksetujuan dan kemarahan, karena seorang pria dapat dihukum hanya karena  klaim korban semata tanpa menyertakan bukti lainnya.

Sementara beberapa orang mengecam hakim, Moon yang berusia 29 tahun menemukan penyebab lain mengapa peradilan terkesan sepihak dan timpang, Moon menuding  feminisme menjadi akar permasalahannya. Moon dan kelompoknya mengadakan diskusi panel di Majelis Nasional badan legislatif utama Korea, pada awal September, untuk mengungkap apa yang mereka anggap sebagai bahaya gerakan feminisme.  "Feminisme tidak lagi tentang kesetaraan gender. Itu adalah diskriminasi gender yang penuh kebencian," katanya. Moon pun mendapatkan apresiasi berupa tepukan tangan atas pernyataannya dari sejunlah audiensi yang berjumlah 40-an orang yang kebanyakan adalah pria muda.

Saya tidak mendukung gerakan #MeToo"

Munculnya suara dan ide-ide feminis disinyalir karena reaksi atas pembunuhan brutal terhadap seorang wanita muda di dekat stasiun kereta bawah tanah di lingkungan Seoul yang banyak diperbincangkan, pada tahun 2016. Pelaku sengaja menargetkan korban perempuan.
Kematian wanita itu memicu reaksi para wanita di negara itu, yang diperluas dengan memasukkan kampanye melawan pelecehan seksual, seperti gerakan #MeToo dan protes kamera anti-mata-mata, yang dijuluki #mylifeisnotyourporn.

Kemudian banyak  diskusi di Korea Selatan yang mendeskriditkan pria, terutama sehubungan perbedaan upah, yang berada jauh di bawah rata-rata global dalam laporan Global Gender Gap 2018, dengan perbedaan besar dalam hal kesetaraan upah antara pria dan wanita. Para pegiat mendapatkan dukungan dari pemerintah Korea Selatan dan Presiden Moon Jae-In, yang berjanji untuk "menjadi presiden feminis" sebelum ia terpilih pada tahun 2017.

Sejak itu, muncul berbagai tuntutan tingkat tinggi terkait pelecehan seksual yang melibatkan politisi, bintang K-pop, dan pria pada umumnya. Dengan sangsi hukum yang dijatuhkan oleh pengadilan pada para pria-pria yang dituduh melakukan kekerasan serta pelecehan seksual, keresahan di antara pria, terutama pria muda, mulai terangkat ke permukaan.

"Saya tidak mendukung gerakan #MeToo," kata Park, seorang mahasiswa bisnis berusia awal 20-an yang dengan keras tidak setuju dengan gagasan bahwa wanita muda saat ini dirugikan dalam masyarakat. "Saya setuju bahwa (wanita) berusia 40-an dan 50-an (meungkin menjadi korban), tetapi ia  tidak memercayai bahwa wanita berusia 20-an dan 30-an sedang mengalami diskriminasi."


Protes para pria antifeminist di Korea Selatan tahun 2018

Para pengunjuk rasa menuntut peradilan bagi para pria yang dituduh melakukan pelecehan seksual secara sepihak pada sebuah demonstrasi anti-feminis di Seoul, November 2018.

Park bukan nama sebenarnya. Dia ingin tetap teridentifikasi sebagai anonim karena dia takut akan konsekuensi dari pandangannya. Begitu juga Kim, siswa lain di usia awal 20-an yang akan lulus dari universitas. Kim mengatakan dia duduk terpisah dari wanita di bar untuk menghindari tuduhan palsu pelecehan seksual. Meskipun dia pernah mendukung feminisme, dia sekarang percaya itu adalah gerakan supremasi wanita yang bertujuan untuk menjatuhkan pria.

"Ketika seorang wanita mengenakan pakaian terbuka, itu adalah kekerasan gender dan objektifikasi seksual. Tetapi kritik yang sama tidak diberlakukan sewaktu pria menjadi objek seksual. Para feminis memiliki standar ganda," katanya.

Park dan Kim mengatakan pria seperti mereka dihukum karena kejahatan generasi sebelumnya. "Patriarki dan diskriminasi gender adalah masalah generasi yang lebih tua, tetapi penebusan dosa semua dibayar oleh laki-laki berusia 20-an," kata Kim.
Park dan Kim tidak sendirian. Jajak pendapat Realmeter tahun lalu yang melibatkan lebih dari 1.000 orang dewasa menemukan bahwa 76% pria berusia 20-an dan 66% pria berusia 30-an menentang feminisme, sementara hampir 60% responden berusia 20-an berpendapat bahwa masalah gender adalah sumber konflik paling serius di Amerika.


Pria korea selatan menentang feminis disbanding generasi sebeumnya

Yang paling membuat marah Park dan Kim adalah kebijakan wajib militer yang diberlakukan oleh pemerintah, yang memaksa pria seusia mereka untuk bertugas di militer. Pada saat yang sama, mereka berpikir wanita mendapatkan dukungan dari program pemerintah baru yang membantu mereka memasuki industri yang didominasi pria.


Mencari perwakilan tokoh politik

Berselang hanya dua tahun yang lalu, pria berusia 20-an sangat mendukung Presiden Moon. Sekarang, kurang dari 30% pria berusia 20-an yang mendukung Moon, dibandingkan dengan 63,5% wanita, menurut jajak pendapat Realmeter bulan Desember.
Tren ini  dapat dijelaskan oleh kecenderungan feminis yang dipersepsikan oleh Presiden, yang telah mengubah pemikiran orang-orang untuk mencari politisi yang mencerminkan pandangan mereka.


Salah satunya politisi yang naik daun  adalah Lee Jun-seok, anggota senior Partai Centar Bareun Mirae yang berusia 34 tahun, yang secara terbuka menuduh para feminis mengambil kesempatan yang tidak adil demi hak istimewa dengan mengorbankan laki-laki. Serangkaian video YouTube berjudul "seorang feminis yang dihancurkan oleh Lee Jun-seok dalam perdebatan," memiliki lebih dari 4 juta tampilan dan puluhan ribu komentar, hampir semua memuji Lee.
"Ketika (Partai Demokrat yang berkuasa) bergerak ke arah hak-hak perempuan, generasi (laki-laki) berusia 20-an dan 30-an merasa jelas hilang," kata Lee.

Itu karena, saat ini, tidak ada partai politik yang mengeksploitasi meningkatnya jumlah pria yang tidak puas. Lee menyarankan sebuah partai dengan pesan anti-feminis yang kuat dapat muncul pada pemilihan umum tahun depan, sama seperti kelompok-kelompok sayap kanan melonjak di Eropa.
Untuk saat ini, upaya Bareun Mirae untuk menarik pria muda tampaknya membuahkan hasil. Menurut Polling Gallup awal tahun ini, pria berusia 20-an dan 30-an adalah pendukung Bareun Mirae terbesar.

Meskipun kurangnya partai politik yang menargetkan pria muda, Moon Sung-ho, dari Dang Dang We, tidak berkecil hati. "Penyakit sosial yang diciptakan feminisme saat ini tidak dibangun dalam sehari. Butuh waktu dan upaya untuk menghancurkannya. Kita perlu melakukannya secara bertahap," katanya.

Ma, sang peneliti, percaya bahwa konflik tidak akan diselesaikan selama Korea Selatan memiliki wajib militer. "Kita harus berhenti memaksakan kejantanan pada laki-laki," katanya. "Masyarakat harus membantu pria menemukan maskulinitas baru, alih-alih anti-feminisme."
Tetapi Park dan Kim merasa tidak berdaya untuk mengubah masyarakat yang mereka pikir menempatkan perempuan sebagai yang utama.
"Kami adalah karung tinju," kata Kim, ketika diminta untuk menggambarkan status pemuda hari ini. Dia menunjukkan bagaimana para remaja putra berjuang untuk membeli rumah mereka sendiri, atau bahkan membayar untuk kencan.

Pada pertanyaan yang sama, Park menjadi kempes. "Pria berusia 20-an bukan bagian dari kemapanan. Kita harus mengikuti apa pun yang dikatakan orang di usia 40-an dan 50-an," katanya. "Jika semua orang bisa dengan mudah mendapatkan pekerjaan dan ekonomi tumbuh, maka mungkin kita tidak perlu berjuang sebanyak ini."


Sumber: https://edition.cnn.com/2019/09/21/asia/korea-angry-young-men-intl-hnk/index.html

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.

Post Top Ad

Responsive Ads Here